KELOMPOK MASYARAKAT YANG TERKAIT
DENGAN PROGRAM ORGANISASI PENDIDIKAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekolah merupakan suatu sistem sosial yang memperoleh input sumber daya (sumber daya manusia, siswa financial dan lain-lain) dari lingkungan yang selanjutnya diproses di sekolah dan akhirnya menghasilkan output yang akan dikembalikan ke masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah merupakan organisasi yang tidak dapat berdiri sendiri, tidak dapat berkembang dan mencapai kemajuan tanpa keterlibatan dari lingkungan. Sekolah merupakan organisasi yang tidak terpisahkan dari lingkungan.
Sekolah merupakan suatu sistem sosial yang memperoleh input sumber daya (sumber daya manusia, siswa financial dan lain-lain) dari lingkungan yang selanjutnya diproses di sekolah dan akhirnya menghasilkan output yang akan dikembalikan ke masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah merupakan organisasi yang tidak dapat berdiri sendiri, tidak dapat berkembang dan mencapai kemajuan tanpa keterlibatan dari lingkungan. Sekolah merupakan organisasi yang tidak terpisahkan dari lingkungan.
Sekolah
merupakan suatu organisasi, bahwa organisasi memperoleh input dari lingkungan, melakukan proses transformasi kemudian
menghasilkan output. Model system
seperti ini merupakan model sisetm terbukan yang memandang organisasi tidak
hanya dipengaruhi oleh lingkungan tetapi juga tergantung pada organisasi itu sendiri.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
saja bagian dari Dewan Pendiddikan dan Komite Sekolah?
2. Bagaimana
keterkaitan Lembaga Pendidikan dengan masyarakat?
3. Bagaimana
tata kepengurusan Dewan Pendidikan, Dewan Sekolah dan Majelis Madrasah?
4. Bagaimana
hubungan antara sekolah
dan orang tua murid?
5. Bagaimana
cara mengenali prinsip-prinsip
hubungan sekolah dengan orang tua murid?
6. Bagaimana
adanya perkumpulan orang tua murid dan guru?
C.
Tujuan
1. Untuk
mendeskripsikan bagian dari dewan pendiddikan dan komite sekolah.
2. Untuk
memahami keterkaitan lembaga pendidikan dengan masyarakat.
3. Untuk
mengetahui tata kepengurusan dewan pendidikan, dewan sekolah dan majelis
madrasah.
4. Untuk
mengetahui hubungan
antara sekolah dan orang tua murid.
5. Untuk
mendeskripsikan prinsip-prinsip
hubungan sekolah dengan orang tua murid.
6. Untuk
mengetahui cara mengatasi perkumpulan orang tua murid dan guru.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Dewan
Pendidikan
1. Pengertian
Dewan Pendidikan
Dewan
pendidikan merupakan badan yang bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan
hierarkis dengan satuan pendidikan maupun lembaga lainnya. Posisi Dewan
Pendidikan, Komite Sekolah, satuan pendidikan dan lembaga-lembaga pemerintah
lainnya mengacu pada kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan yang
berlaku di masyarakat. (Kemediknas RI UU 044/2/2002).
Dewan
Pendidikan adalah badan yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka
meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di
kabupaten/kota.
Ruang
lingkup pendidikan meliputi pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah dan
jalur pendidikan luar sekolah.
2.
Tujuan
Dewan Pendidikan
Dewan
Pendidikan bertujuan untuk:
·
Mewadahi dan
menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan dan
program pendidikan.
·
Meningkatkan tanggung
jawab dan peran serta aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan.
·
Menciptakan suasana dan
kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan
pelayanan pendidikan yang bermutu.
3.
Peran
dan Fungsi
Dewan pendidikan
berperan sebagai:
·
Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan
pelaksanaan kebijakan pendidikan.
·
Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud
financial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelanggaraan dan keluaran
pendidikan
·
Mediator antara
pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (legeslatif) dengan masyarakat.
4.
Keanggotaan
Dewan Pendidikan
a. Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) bidang pendidikan;
b. Tokoh
masyrakat;
c. Tokoh
pendidikan;
d. Yayasan
penyelenggara pendidikan (Sekolah, luar sekolah/madrasah, pesantren);
e. Dunia
usaha/industry/asosiasi profesi;
f. Organisasi
profesi tenaga kependidikan;
g. Komite
Sekolah.
B.
Komite
Sekolah
1.
Pengertian
Komite Sekolah
Komite
Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan
etisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra
sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.
Nama
badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah masing-masing satuan
pendidikan, seperti Komite Sekolah, Komite Pendidikan, Komite Pendidikan Luar
Sekolah, Dewan Sekolah, Majelis Sekolah (Kemediknas RI UU 044/2/2002).
2.
Tujuan
Komite Sekolah
Komite sekolah
bertujuan untuk:
·
Mewadahi dan
menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan
operasional dan program pendiidkan di satuan pendidikan;
·
Meningkatkan tanggung
jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan
pendidikan;
·
Menciptakan suasana dan
kondisi transparan, akuntabel, dan dmokrastis dalam penyelenggaraan dan
pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.
3.
Peran Komite Sekolah
Komite Sekolah Berperan
sebagai:
a. Pemberi
pertimbangan (adbisory agency) dalam
penentuan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan;
b. Pendukung
(supporting sgency), baik yang
berwujud financial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di
satuan pendidikan;
c. Pengontrol
(controlling) dalam rangka
tranparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan
pendidikan.
d. Mediator
antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuah pendidikan.
4. Keanggotaan Komite Sekolah
a. Unsur masyarakat dapat verasal dari :
4. Keanggotaan Komite Sekolah
a. Unsur masyarakat dapat verasal dari :
·
Orang tua/wali peserta
didik;
·
Tokoh masyarakat;
·
Tokoh pendidikan;
·
Dunia usaha/industry;
·
Organisasi profesi
tenaga kependidikan;
·
Wakil alumni;
·
Wakil peserta didik.
b.
Unsur dengan guru, yayasan/ lembaga penyelnggaraan pendidikan Badan
Pertimbangan Desa .
C. Tata Kepengurusan Dewan Pendidikan, Dewan Sekolah
dan Majelis Madrasah
1. Dewan Pendidikan
Tanggung Jawab masyarakat dalam
penentuan arah dan kebijakan penyelenggaran pendidikan disalurkan melalui Dewan
Pendidikan. Di tiap daerah tingkat II berkesempatan menentukan Peraturan Daerah
untuk membentuk Dewan Pendidikan, Dewan Sekolah atau Komite Sekolah. Di Kota
Malang misalnya ditetapkan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2001 tentang Sistem
Penyelenggaraan Kota Malang. Pada peraturan Daerah tersebut pasal 17 dibahas
Dewan Pendidikan:
a. Keanggotaan
Dewan Pendidikan Kota diangkat dan diberhentikan oleh Walikota atas persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang.
b. Masa
bakti keanggotaan Dewan yang dimaksud dalam ayat (1) adalah 4 (empat) tahun.
c. Kepengurusaan
Dewan Sekolah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan
(2) terdiri dari
seorang Ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap
anggota, dua
orang sekretaris merangkap anggota, dan 4 (empat) orang anggota.
Organisasi dan tata kerja dan hubungan
fungsional Dewan Pendidikan Kota dan Dewan Sekolah ditetapkan oleh Walikota.
2.
Dewan
Sekolah
Selanjutnya pada Peraturan Daerah tersebut di atas
dijabarkan tentang Dewan sekolah:
a. Keanggotaan
Dewan Sekolah diangkat dan diberhentikan oleh Dinas Pendidikan atas usulan
Pimpinan Satuan Pendidikan berdasarkan atas hasil musyawarah unsur-unsur Dewan
Sekolah.
b. Masa
bakti keanggotaan Dewan Sekolah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) adalah
3 (tiga) tahun.
c. Kepengurusan
Dewan Sekolah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) terdiri dari
seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dua
orang sekretaris merangkap anggota, seorang bendahara merangkap anggota, dan 4
(empat), 6 (enam), 8 (delapan) atau 10 (sepuluh) orang anggota.
Organisasi, tata
kerja dan hubungan fungsional Dewan Pendidikan Kota dan Dewan Sekolah
ditetapkan oleh Walikota
a. Kerjasama Pendidikan
Dalam pelaksanaan kerjasama
pendidikan Pemerintah Kota memiliki wewenang untuk mengatur dan menjalin
kerjasama saling menguntungkan dengan berbagai pihak termasuk Perguruan Tinggi dan
satuan penyelenggara pendidikan luar sekolah yang beroperasi di Kota Malang
sesuai denagan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah Kota
memiliki wewenang untuk menjalin kerjasama bidang pendidikan dengan pihak-pihak
lain di luar Kota Malang.
3.
Majelis
Madrasah
Di lingkungan
Departemen Agama, peraturan Dewan Sekolah diatur tersendiri dengan nama Majelis
Madrasah. Pengaturannnya tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Binbaga
Islam No F/10/2001 tentang Majelis Madrasah (Maiysaroh, 2004). Majelis Madrash
sebagai wadah pelaksanaan otonomi pendidikan harus segera dibentuk untuk dapat
memulai melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai lembaga musyawarah
madrasah. Sebagai lembaga tertinggi dari masyarakat madrasah, Majelis Madrasah
berfungsi sebagai penentu Kebijakan Umum madrasah dan merupakan lembaga
pengendali dan pengontrol penyelenggaraan pendidikan di madrasah baik dari segi
akademik maupun segi administrasi kependidikannya.
a. Pengertian Majelis Madrasah
Majelis Madrasah adalah sebuah
lembaga permusyawaratan madrasah yang terdiri dari wakil para guru, wakil
orangtua siswa, tokoh pendidikan dan tokoh masyarakat yang bertanggung jawab
menetapkan kebijakan madrasah, mengawasi pelaksanaan pendidikan di madrasah dan
menerima pertanggungjawaban.
Anggota Majelis Madrasah dipilih dan
diangkat oleh Dewan Guru dan para orangtua siswa serta bertanggungjawab kepada
Dewan Guru dan orangtua siswa dari madrasah tersebut.
b. Tugas Majelis Madrasah
Tugas
Majelis Madrasah adalah:
1) Bersama
Kepala Madrasah menetapkan rencana Anggaran dan Belanja Tahunan Madrasah.
2) Bersama
Kepala Madrasah menetapkan Kurikulum Khusus Madrasah
3) Bersama
Kepala Madrasah menetapkan Rencana Pembelajaran Madrasah
4) Memilih
dan merekomedasikan Calon Kepala Madrasah
5) Membantu
pelaksanaan seleksi dan menetapkan Calon Guru Madrasah
6) Membantu
melakukan supervise dan evaluasi pelaksanaan pembelajaran
7) Memberikan
saran kepada Kepala Madrasah tentang segala sesuatu yang ada hubungannya dengan
penyelenggaraan Madrasah.
Ø Mekanisme
pelaksanaan tugas Majelis Madrasah diatur sendiri oleh Majelis Madrasah yang
bersangkutan
c. Jumlah dan Kompetensi Majelis Madrasah
1. Penentuan
jumlah Anggota Majelis Madrasah ditetapkan oleh Kepala Madrasah setelah
mendengar pendapat Dewan Guru dan wakil Orangtua Siswa
2. Komposisi
anggota Majelis Madrasah terdiri dari 50% wakil Dewan guru dan 50% wakil
orangtua siswa
3. Jumlah
pakar pendidikan dan tokoh masyarakat merupakan bagian dari jumlah wakil
orangtua siswa
4. Khusus
untuk Madrasah tingkat Aliyah dapat diikutsertakan Pengurus OSIS
5. Keikutsertaan
pengurus OSIS dalam Majelis Madrasah adalah untuk memberikan pendapat dan saran
yang diperlukan oleh Majelis Madrasah
6. Suara
pengurus OSIS tidak diperhitungkan dalam pengambilan keputusan Majelis
Madrasah.
d. Pembentukan Majelis Madrasah
1. Persyaratan
Anggota Majelis Madrasah:
a. Wakil
Dewan Guru persyaratannya ditentukan oleh Dewan Guru yang bersangkutan
b. Wakil
orangtua siswa harus memiliki persyaratan sebagai berikut:
c. Warga
Negara Indonesia
d. Wali
siswa, pakar pendidikan atau tokoh masyarakat
e. Beragama
Islam
f. Sehat
jasmani dan rohani
g. Memiliki
komitmen terhadap penyelenggaraan madrasah
h. Dipilih
oleh para orangtua siswa
2. Pemilihan
Majelis Madrasah
a.
Tata cara pemilihan
wakil Dewan Guru dan pelaksanaannya diatur sendiri oleh Dewan Guru yang
bersangkutan
b.
Tata cara pemilihan
wakil orangtua siswa pelaksanaannya diatur oleh musyawarah orangtua siswa.
e. Pengangkatan Majelis Madrasah
Pengangkatan Majelis Madrasah
dilakukan dengan Surat Keputusan Kepala Madrasah berdasarkan hasil pemilihan
yang dilaksanakan oleh Majelis Guru dan musyawarah orangtua siswa.
Masa Kerja
Majelis Madrasah
1. Periode
kerja Majelis Madrasah adalah 3 (tiga) bulan
2. Keanggotaan
Majelis Madrasah secara otomatis berakhir pada akhir masa pembelajaran pada
tahun ketiga dari periode kerja Majelis Madrasah.
f. Pemberhentian
dan Perggantian Anggota Majelis Madrasah
1. Anggota
Majelis Madrasah dinyatakan berhenti apabila:
a. Meninggal
dunia
b. Pensiun
atau mutasi bagi wakil Majelis Guru
c. Mengundurkan
diri dari keanggotaan Majelis Madrasah
d. Pindah
tempat tinggal yang tidak jungkin lagi aktif sebagai anggota Majelis Madrasah
e. Tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan bagi wakil masyarakat
2. Mekanisme
Penggantian Anggota Majelis Madrasah untuk Wakil Dewan Guru diatur dan
dilaksanakan oleh Majelis Guru yang bersangkutan
3. Mekanisme
penggantian Anggota Majelis dari Wakil Masyarakat diatur dan dilaksanakan oleh
Musyawarah Majelis Madrasah.
D. Perkumpulan
Orang Tua Murid Dan Guru
1.
Tujuan
Perkumpulan Orang Tua Murid dan Guru
Perkumpulan
orang tua murid dan guru ini merupakan yang bersifat sukarela, yang para
anggotanya terdiri dari para guru dan orang tua murid. Mereka bekerja secara
sukarela untuk membina pendidikan anak di sekolah. Mereka bekerja tanpa wewenang yang resmi
untuk membuat suatu kebijakan dan keputusan tertentu. Maksud utama perkumpulan
ini adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan murid, baik di rumah dan di sekolah, maupun di dalam masyarakat
(Leslie,1967) dalam Indrafachrudin (1994:78).
Untuk
meningkatkan kesejahteraan murid itu bukan hanya tanggung jawab sekolah dan
orang tua murid, tetapi juga masyarakat. Masyarakat sebagai lingkungan memiliki
bermacam-macam sumber belajar yang sangat bermanfaat, terhampar pengalaman
belajar yang sangat kaya, namun masyarakat diharapkan pula menciptakan situasi
dan kondisi yang mendukung proses pelaksanaan pendidikan. siapa yang mencari
sumber belajar itu? Gurulah yang memilih pengalaman belajar yang positif untuk
mendukung materi pelajaran tertentu sebagai bahan pengayaan.
Sedangkan
orang tua murid berfungsi mendorong, mengawasi, mengarahkan, dan memelihara
pengalaman belajar itu. Orang tua merupakan salah satu komponen yang mempunyai
andil membina anak, agar anaknya berkembang dan bertumbuh secara optimal,
terpadu dan menyeluruh.
2.
Kedudukan
Perkumpulan Terhadap Sekolah
Ada
beberapa macam pertanyaan yang bersifat controversial yang berkaitan dengan
hubungan orang tua murid dengan guru itu. Pertanyaan controversial timbul
dengan alasan-alasan:
a. Orang
tua cmpur tangan dalam bidang administrative;
b. Para
orang tua mendiktekan kehendaknya kepada para staf pengajar;
c. Orang
tua mengeksploitasi guru-guru untuk kepentingan politik tertentu;
d. Mengutamakan
kerja untuk Kepala Sekolah dan guru-guru bukan bekerja untuk kepentingan murid;
e. Ketua
perkumpulan terlalu ambisi, sehingga menimbulkan keresahan para anggota.
Untuk mengatasi hal-hal di atas, maka
perlu mengadakan perbedaan antara hak orang tua murid dengan wewenang sekolah.
Di samping itu pengurus perkumpulan orang tua murid dan guru itu seharusnya
menyadari bahwa sifat organisasi itu bersifat sukarela. Keberadaannya adalah
untuk melindungi minat murid dan meningkatkan kesejahteraan murid, baik di
rumah dan di sekolah maupun di masyarakat (Indrafachrudi, 1994:79).
Di
Negara-negara yang sudah maju, di mana para orang tua mempunyai tingkat
kesadaran yang sudah tinggi terhadap pendidikan, maka baik dewan pendidikan,
maupun Kepala Sekolah dan guru tidak diwajibkan secara resmi untuk mensponsori
perkumpulan orang tua murid. Inisiatif untuk mengadakan perkumpulan itu timbul
dari kalangan orang tua murid. Perkumpulam orang tua ini dilarang untuk
mencampuri baik urutan teknis pengajaran maupun administrasi, kecuali di minta
oleh pimpinan sekolah atau guru. Misalnya menjadi narasumber. Nara sumber suatu
mata pelajaran tertentu dalam rangka pengayaan materi tersebut. Di samping itu
mereka tidak boleh mencampuri Kepala Sekolah dalam mengambil keputusan dan
kebijakan, kecuali mereka diminta untuk memberikan saran-saran atau informasi
untuk penyempurnaan dalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan dalam
bidang tertentu. Kepala sekolah memikul tanggung jawab penuh mengenai sekolah
yang dipimpinnya agar ada batas-batas yang jelas antara tugas pekerjaan
pengurus perkumpulan dan tugas pekerjaan sekolah, maka Kepala sekolah dan para
guru hendaknya tidak menjadi anggota
pengurus perkumpulan tersebut.
Tugas utama seorang pengurus
perkumpulan ini aadalah bekerja sama dengan para guru untuk memberikan
bimbingan kepada anak agar mereka lebih sejahtera dalam rangka meningkatkan
mutu kualitas sekolah. Mereka hendaknya melakukan tugasnya. Untuk melaksanakan
tugas tersebut, sekolah sebaiknya membimbing para pengurus perkumpulan tersebut
dan orang tua murid. Bimbingan itu berupa teknik-teknik hubungan kerjasama,
seperti teknik berdiskusi, teknik pemecahan masalah dan lain sebagainya (Moore,
2004 :91).
E. Hubungan Antara Sekolah Dan Orang Tua Murid
1.
Organisasi Orang Tua Murid
Menurut Indrafachrudi (1994:56)
Perkumpulan orang tua murid (POM) berfungsi sebagai pembantu pemelihara
sekolah, maupun komite sekolah bukan organisasi pengelolaan hubungan sekolah
dengan masyarakat. Ia berada diluar pengelolaan tersebut. Pengelolaan hubungan
sekolah dengan masyarakat dibawah komando langsung Kepala Sekolah yang
ditugaskan kepada Wakil Kepala Sekolah Bagian Humas sekolah. Sedangkan komite
sekolah, diluar komando Kepala Sekolah, kedudukannya sederajat, dan hubungan
kerjanya bersifat konsultif
2.
Tujuan Hubungan Antara Sekolah dan Orang Tua
Murid
Tujuan
hubungan sekolah dengan oraang tua sebagai berikut:
1. Memupuk pengertian dan pengetahuan tentang
pertumbuhan dan perkembangan pribadi anak;
2. Memupuk pengertian dan cara mendidik anak
yang baik, agar anak memperoleh pengalaman yang kaya dan bimbingan yang tepat,
sehingga anak itu berkembang secara maksimal. Hymes (dalam Indrafachrudi,
1994:58).
Dari kedua macam tujuan di atas
dapat disimpulkan bahwa kegiatan orang tua dan sekolah sebaiknya memusatkan
pada siapa anak itu sesungguhnya dan bagaimana mendidiknya. Tindakan mendidik
antara sekolah dan keluarga di rumah hendaknya searah dan sama polanya, agar
tidak ada kesenjangan antara kedua komponen itu.
Searah dengan tujuan hubungan antara
sekolah dengan orang tua, Leslie merumuskan tujuan organisasi perkumpulan antara guru dan orang tua murid adalah
sebagai berikut: (1) untuk mengembangkan pengertian orang tua tentang tujuan
dan kegiatan pendidikan di sekolah, (2) untuk memperlihatkan bahwa rumah dan
sekolah bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan pendidikan anak di sekolah,
(3) untuk member fasilitas pertukaran informasi antara orang tua dan guru yang
kemudian mempunyai dampak terhadap pemecahan pendidikan anak, (4) perolehan
opini masyarakat tentang sekolah dijadikan perencanaan untuk pertemuan dengan
orang tua dalam rangka untuk kebutuhan murid-murid, (5) untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan pribadi anak. Leslie (dalam Indrafachrudi,
1994:59).
F. Prinsip-Prinsip Hubungan Sekolah dengan Orang Tua Murid
Prinsip-prinsip
hubungan antara sekolah dan orang tua murid hendaknya berorientasi pada
kepentingan sekolah dan orang tua murid. Oleh karena itu prinsip-prinsip
tersebut adalah sebagai berikut:
·
mengenal dengan sebaik-baiknya tentang aspek-aspek kepribadian murid;
·
mengenal dengan sebaik-baiknya tentang pertumbuhan dan perkembangan
murid;
·
memahami bermacam-macam pendekatan tentang pendidikan anak dan mampu
mempergunakan;
·
mengenal bermacam-macam teknik hubungan dengan orang tua murid dan
mampu mempergunakan;
·
mengenal latar belakang penghidupan orang tua murid, baik lisan maupun
tertulis;
·
ramah tamah dan terbuka berkomunikasi dengan orang tua murid;
·
hubungan dengan orang tua murid bersifat berkesinambungan;
·
menghindari meminta bantuan dana kepaada orang tanpa didahului oleh
kinginan dan keikhlasan dari orang tua murid sendiri;
·
meninkatkan pertumbuhan profesi guru;
·
pengkajian secara mendalam kode etik guru serta mengamalkannya.
G. Keterkaitan Lembaga Pendidikan Dengan Masyarakat
Apakah lembaga pendidikan
membutuhkan peran serta masyarakat dalam meyelenggarakan program pendidikan?
Apakah masyarakat membutuhkan lembaga pendidikan? kedua pertanyaan tersebut
dapat dijawab “ya”. Lembaga pendidikan membutuhkan peran serta masyarakat dalam
meyelenggarakan programnya agar keseluruhan rencana program dapat terlaksana
secara optimal. Peran serta yang dimaksud dapat berupa bantuan materiil dan
non-materiil. Bantuan materiil dapat berupa uang, barang-barang yang dapat
memperlancar penyelenggaraan pendidikan. Bantuan non-materiil dapat berupa
tenaga dan pemikiran untuk kemajuan lembaga pendidikan. Dilain pihak masyarakat
membutuhkan lembaga pendidikan. Mustahil rasanya masyarakat bisa maju sesuai
dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi
informasi tanpa adanya lembaga pendidikan. Melalui lembaga pendidikan peserta
didik dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal
(Maisyaroh,2004).
Lembaga pendidikan keberadaannya
sangat dibutuhkan masyarakat, sebaliknya masyarakat juga dibutuhkan oleh
lembaga pendidikan. agar penyelenggaraan lembaga pendidikan bisa maksimal maka
keterlibatan semua pihak pemerintah, keluarga, lembaga swasta dan masyarakat
pada umunya sangat dibutuhkan oleh sekolah. Kerjasama yang baik antar komponen
tersebut, baik dari pemikiran, tenaga, biaya akan memacu perkembangan
pendidikan yang diharapkan.
Lembaga pendidikan dapat memerankan
fungsinya secara maksimal apabila didukung semua komponen yang bertanggung
jawab dalam menyelenggarakan pendidikan, yaitu keluarga, pemerintah dan
masyarakat. Sementara ini yang sudah relatif berjalan baik adalah keterlibatan
keluarga (orangtua siswa) dan pemerintah dalam menyediakan sumber daya pelaksanaan. Sedangkan pihak masyarakat dan
swasta belum optimal keterlibatannya.
Pemberlakuan otonomi daerah dalam
bidang pendidikan menuntut semua komponen tersebut di atas dapat berperan
secara maksimal, utamanya pemberdayaan masyarakat yang selama ini kurang
optimal keterlibatannya. Sejalan dengan kaidah otonomi dan desentralisasi di
berbagai bidang pendidikan dan sektor pembangunan, pusat pengambilan keputusan
pengelolaan pendidikan juga tersebarke berbagai tingkat sampai ke tingkat
sekolah. Pengelolaan pendidikan sebagaimana yang digariskan oleh dalam
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000-2004, menjadi berbasis daerah,
masyarakat, dan sekolah (local community
and school based management).
Untuk itu di tiap daerah telah
dibentuk organisasi pengelola pendidikan yaitu Dewan Pendidikan, Dewan Sekolah
atau Komite Sekolah. Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota bertugas melaksanakan
pengkajian, penelitian dan pengembangan pendidikan untuk diajukan kepada
pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka perumusan, pemantauan dan penilaian
kebijakan pembangunan pendidikan di Kabupaten/Kota. Di tingkat satuan
pendidikan juga dibentuk Dewan Sekolah yang bertugas merencanakan dan
mengupayakan penyediaan sumber daya sarana dan prasarana pendidikan pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan di daerah yang bersangkutan. Untuk mengelola
pendidikan, sekolah member kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat agar
berperan serta dalam penyelenggaran pendidikan. Dalam hal ini pemerintah daerah
bertanggung jawab mendorong dan mengatur kerjasama yang saling menguntungkan
antara dunia usaha dan dunia pendidikan (Maisyaroh, 2004: 9).
H. PP Nomor 17 Tahun 2000 Bagian Keenam tentang Pengelolaan
Pendidikan oleh Satuan atau Program Pendidikan
Pasal
49
(1)
Pengelolaan satuan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan
minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.
(2)
Pengelolaan satuan atau program pendidikan tinggi dilaksanakan
berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu dan evaluasi yang
transparan.
Pasal
50
Satuan atau program pendidikan wajib
bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di satuan atau program
pendidiksnnya serta merumuskan dan menetapkan kebijakan pendidikan sesuai
dengan kewenangannnya.
Pasal
51
(1) Kebijakan pendidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 38,
serta sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(2) Kebijakan pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) oleh satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan
dasar dan satuan pendidikan menengah dituangkan dalam:
a. Rencana
kerja tahunan satuan pendidikan;
b. Anggaran
pendapatan dan belanja tahunan satuan pendidikan;dan
c. Peraturan
satuan atau program pendidikan.
(3) kebijakan pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), oleh perguruan tinggi dituangkan dalam:
a. Rencana
pembangunan jangka panjang perguruan tinggi;
b. Rencana
strategis perguruan tinggi;
c. Rencana
kerja tahunan perguruan tinggi;
d. Anggaran
pendapatan dan belanja tahunan perguruan tinggi
e. Peraturan
pemimpin perguruan tinggi;dan
f. Peraturan
pimpinan perguruan tinggi lain.
(4) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengikat bagi:
a. Satuan
atau program pendidikan yang bersangkutan;
b. Lembaga
representasi pemangku kepentingan satuan atau program pendidikan yang
bersangkutan;
c. Peserta
didik di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
d. Orangtua/wali
peserta didik di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
e. Pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau
program pendidikan yang bersangkutan; dan
f. Pihak
lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan yang bersangkutan.
(5) Kebijakan satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penjabaran dan selaras dengan:
a. Kebijakan
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
b. Kebijakan
pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 17;
c. Kebijakan
pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud Pasal 28; dan
d. Kebijakan
penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksudkan
dalam pasal 39.
(6) Kebijakan perguruan tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan penjabaran dan selaras dengan:
a. Kebijakan
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; dan
b. Kebijakan
penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
pasal 39
(7) Satuan atau program pendidikan
mengalokasikan anggaran pendidikan agar sisitem pendidikan nasional di satuan
dan/atau program pendidikan yang bersangkutan dapat dilaksanakan secara
efektif, efisien dan akuntabel.
Pasal 52
Satuan program pendidikan mengelola pendidikan
sesuai dengan kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal
17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 53
Satuan atau program pendidikan sesuai dengan
kewenangan wajib menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh
akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak
mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta
didik di daerah khusus.
Pasal 54
Satuan atau program pendidikan wajib menjamin
terpenuhinya standar pelayanan minimal bidang pendidikan.
Pasal 55
1) Satuan
atau program pendidikan wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan dengan
berpedoman pada kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal
17, Pasal 28, dan atau Pasal 39, serta Standar Nasional Pendidikan.
2) Dalam
melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), satuan atau program
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, atau pendidikan menengah bekerja
sama dengan unit pelaksana teknis pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan
mutu pendidikan.
3) Dalam
rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), satuan
atau program pendidikan,sesuai dengan ketentuan peraturan peundang-undangan
mengikuti:
a. Akreditasi
program pendidikan;
b. Akreditasi
satuan pendidikan;
c. Sertifikasi
kompetensi peserta didik;
d. Sertifikasi
kompetensi pendidik; dan/atau
e. Sertifikasi
kompetensi tenaga kependidikan.
Pasal 56
1) Satuan
atau program pendidikan yang telah atau hamper memenuhi Standar Nasional
Pendidikan dapat merintis dirinya untuk dikembangkan manjadi satuan atau
program pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan local.
2) Satuan
program pendiidkan yang telah atau hamper memenuhi Standar Nasional Pendidikan
dapat mengikuti akreditasi dan/atau sertifikasi internasional satuan atau
program pendidikan.
Pasal 57
1) Satuan
atau program pendidikan wajib melakukan pembinaan berkelanjutan kepda peserta
didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai
prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga
pada tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional,
dan internasional.
2) Untuk
menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) satuan dan/atau program pendidikan melakukan
secara teratur kompetisi di satuan atau program pendiidkan dalam bidang:
a. ilmu pengetahuan;
a. ilmu pengetahuan;
b. teknologi;
c. seni; dan/atau
d. olahraga.
3) Satuan
atau program pendidikan memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih
prestasi puncak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dengan peraturan satuan atau program pendidikan.
Pasal
58
Satuan
atau program pendidikan wajib menetapkan kebijakan tata kelolan pendidikan
untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan
yang mengikat:
a. Satuan
atau program pendidikan yang bersangkutan;
b. Lembaga
representasi pemangku kepentingan pendidikan pada satuan atau program
pendidikan yang bersangkutan;
c. Peserta
didik satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
d. Orang
tua/wali peserta didik di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; dan
e. Pihak
lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 59
a) Dalam
menyelenggarakan dan mengelola pendidikan, satuan dan/atau program pendidikan
mengembangkan dan melaksanakan system informasi pendidikan berbasis teknologi
informasi dan komunikasi.
b) System
informasi pendidikan satuan atau program pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan subsistem dari system informasi pendidikan nasional.
c) System
informasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan
akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada
peserta didik, tenaga kependidikan, dan pserta didik.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dewan
Pendidikan adalah badan yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka
meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di
kabupaten/kota. Di dalam Dewan
Pendidikan ini terdiri dari tujuan, peran, fungsi dan keanggotaan. Komite
Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan
etisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan. Ketertarikan Lembaga
Pendidikan dengan masyarakat yang sangat berperan dalm peyelenggaraan
pendidikan. Tata kepengurusan yang terkait dengan kelompok masyarakat dan
organisasi pendidikan yaitu Dewan pendidikan, Dewan Sekolah dan Majelis
Madrasah. Selanjutnya yaitu hubungan antara sekolah dan wali murid itu dibagi
menjadi dua diantaranya organisasi orangtua murid dan tujuannya. Prinsip-prinsip hubungan antara sekolah dan
orang tua murid hendaknya berorientasi pada kepentingan sekolah dan orang tua
murid. Terakhir yaitu perkumpulan
orangtua murid yang mempunyai tujuan dan kedudukan untuk mencapai hasil yang
baik.
DAFTAR RUJUKAN
Indrafachrudi, Soekarto. 1994. Bagaimana
Mengakrabkan Sekolah dengan Orang Tua Murid dan Masyarakat. Malang: IKIP
Malang.
Maisyaroh.
Hubungan Masyarakat. 2004. Malang: Lab AP FIP
Moore, H. Frazier. 2000. Hubungan Masyarakat Prinsip
Kasus dan Masalah. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas
Pendidikan Indonesia. 2009. Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Kemendiknas RI UU 044/2/2002
PP No. 17 Tahun 2000 Bagian Keenam tentang
Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan atau Program Pendidikan. (online), (www.Akhmadsudrajat.
Wordpress.com/2010/peraturan-pemerintah-no-17-tahun-2010-tentang-pengelolaan-dan-penyelenggaran-pendidikan),
diakses 18 Februari 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar