Senin, 22 April 2013

MAKALAH MANAJEMEN HUBUNGAN MASYARAKAT


KELOMPOK MASYARAKAT YANG TERKAIT DENGAN PROGRAM ORGANISASI PENDIDIKAN



 
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
            Sekolah merupakan suatu sistem sosial yang memperoleh input sumber daya (sumber daya manusia, siswa financial dan lain-lain) dari lingkungan yang selanjutnya diproses di sekolah dan akhirnya menghasilkan output yang akan dikembalikan ke masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah merupakan organisasi yang tidak dapat berdiri sendiri, tidak dapat berkembang dan mencapai kemajuan tanpa keterlibatan dari lingkungan. Sekolah merupakan organisasi yang tidak terpisahkan dari lingkungan.
            Sekolah merupakan suatu organisasi, bahwa organisasi memperoleh input dari lingkungan, melakukan proses transformasi kemudian menghasilkan output. Model system seperti ini merupakan model sisetm terbukan yang memandang organisasi tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan tetapi juga tergantung  pada organisasi itu sendiri.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa saja bagian dari Dewan Pendiddikan dan Komite Sekolah?
2.    Bagaimana keterkaitan Lembaga Pendidikan dengan masyarakat?
3.    Bagaimana tata kepengurusan Dewan Pendidikan, Dewan Sekolah dan Majelis Madrasah?
4.    Bagaimana hubungan antara sekolah dan orang tua murid?
5.    Bagaimana cara mengenali prinsip-prinsip hubungan sekolah dengan orang tua murid?
6.    Bagaimana adanya perkumpulan orang tua murid dan guru?



C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan bagian dari dewan pendiddikan dan komite sekolah.
2. Untuk memahami keterkaitan lembaga pendidikan dengan masyarakat.
3. Untuk mengetahui tata kepengurusan dewan pendidikan, dewan sekolah dan majelis madrasah.
4. Untuk mengetahui hubungan antara sekolah dan orang tua murid.
5. Untuk mendeskripsikan prinsip-prinsip hubungan sekolah dengan orang tua murid.
6. Untuk mengetahui cara mengatasi perkumpulan orang tua murid dan guru.
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Dewan Pendidikan
1.    Pengertian Dewan Pendidikan
Dewan pendidikan merupakan badan yang bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan satuan pendidikan maupun lembaga lainnya. Posisi Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, satuan pendidikan dan lembaga-lembaga pemerintah lainnya mengacu pada kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan yang berlaku di masyarakat. (Kemediknas RI UU 044/2/2002).
Dewan Pendidikan adalah badan yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di kabupaten/kota.
Ruang lingkup pendidikan meliputi pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.

2.    Tujuan Dewan Pendidikan
Dewan Pendidikan bertujuan untuk:
·      Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan dan program pendidikan.
·      Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.
·      Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu.




3.    Peran dan Fungsi
Dewan pendidikan berperan sebagai:
·      Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan.
·      Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud financial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelanggaraan dan keluaran pendidikan
·      Mediator antara pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (legeslatif) dengan masyarakat.

4.    Keanggotaan Dewan Pendidikan
a.    Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang pendidikan;
b.    Tokoh masyrakat;
c.    Tokoh pendidikan;
d.   Yayasan penyelenggara pendidikan (Sekolah, luar sekolah/madrasah, pesantren);
e.    Dunia usaha/industry/asosiasi profesi;
f.     Organisasi profesi tenaga kependidikan;
g.    Komite Sekolah.

B.  Komite Sekolah
1.    Pengertian Komite Sekolah
Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam  rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan etisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.
Nama badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah masing-masing satuan pendidikan, seperti Komite Sekolah, Komite Pendidikan, Komite Pendidikan Luar Sekolah, Dewan Sekolah, Majelis Sekolah (Kemediknas RI UU 044/2/2002).
2.    Tujuan Komite Sekolah
Komite sekolah bertujuan untuk:
·      Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendiidkan di satuan pendidikan;
·      Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;
·      Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan dmokrastis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.

3. Peran Komite Sekolah
Komite Sekolah Berperan sebagai:
a.    Pemberi pertimbangan (adbisory agency) dalam penentuan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan;
b.    Pendukung (supporting sgency), baik yang berwujud financial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;
c.    Pengontrol (controlling) dalam rangka tranparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
d.   Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuah pendidikan.

4. Keanggotaan Komite Sekolah
a. Unsur masyarakat dapat verasal dari :
·      Orang tua/wali peserta didik;
·      Tokoh masyarakat;
·      Tokoh pendidikan;
·      Dunia usaha/industry;
·      Organisasi profesi tenaga kependidikan;
·      Wakil alumni;
·      Wakil peserta didik.
b. Unsur dengan guru, yayasan/ lembaga penyelnggaraan pendidikan Badan Pertimbangan Desa .

C. Tata Kepengurusan Dewan Pendidikan, Dewan Sekolah dan Majelis Madrasah
1. Dewan Pendidikan
            Tanggung Jawab masyarakat dalam penentuan arah dan kebijakan penyelenggaran pendidikan disalurkan melalui Dewan Pendidikan. Di tiap daerah tingkat II berkesempatan menentukan Peraturan Daerah untuk membentuk Dewan Pendidikan, Dewan Sekolah atau Komite Sekolah. Di Kota Malang misalnya ditetapkan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2001 tentang Sistem Penyelenggaraan Kota Malang. Pada peraturan Daerah tersebut pasal 17 dibahas Dewan Pendidikan:
a.    Keanggotaan Dewan Pendidikan Kota diangkat dan diberhentikan oleh Walikota atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang.
b.    Masa bakti keanggotaan Dewan yang dimaksud dalam ayat (1) adalah 4 (empat) tahun.
c.    Kepengurusaan Dewan Sekolah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan
(2) terdiri dari seorang Ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap
anggota, dua orang sekretaris merangkap anggota, dan 4 (empat) orang anggota.
Organisasi dan tata kerja dan hubungan fungsional Dewan Pendidikan Kota dan Dewan Sekolah ditetapkan oleh Walikota.

2.    Dewan Sekolah
            Selanjutnya pada Peraturan Daerah tersebut di atas dijabarkan tentang Dewan sekolah:
a.    Keanggotaan Dewan Sekolah diangkat dan diberhentikan oleh Dinas Pendidikan atas usulan Pimpinan Satuan Pendidikan berdasarkan atas hasil musyawarah unsur-unsur Dewan Sekolah.
b.    Masa bakti keanggotaan Dewan Sekolah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) adalah 3 (tiga) tahun.
c.    Kepengurusan Dewan Sekolah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) terdiri dari seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dua orang sekretaris merangkap anggota, seorang bendahara merangkap anggota, dan 4 (empat), 6 (enam), 8 (delapan) atau 10 (sepuluh) orang anggota.
Organisasi, tata kerja dan hubungan fungsional Dewan Pendidikan Kota dan Dewan Sekolah ditetapkan oleh Walikota
a. Kerjasama Pendidikan
            Dalam pelaksanaan kerjasama pendidikan Pemerintah Kota memiliki wewenang untuk mengatur dan menjalin kerjasama saling menguntungkan dengan berbagai pihak termasuk Perguruan Tinggi dan satuan penyelenggara pendidikan luar sekolah yang beroperasi di Kota Malang sesuai denagan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah Kota memiliki wewenang untuk menjalin kerjasama bidang pendidikan dengan pihak-pihak lain di luar Kota Malang.
3.    Majelis Madrasah
Di lingkungan Departemen Agama, peraturan Dewan Sekolah diatur tersendiri dengan nama Majelis Madrasah. Pengaturannnya tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Binbaga Islam No F/10/2001 tentang Majelis Madrasah (Maiysaroh, 2004). Majelis Madrash sebagai wadah pelaksanaan otonomi pendidikan harus segera dibentuk untuk dapat memulai melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai lembaga musyawarah madrasah. Sebagai lembaga tertinggi dari masyarakat madrasah, Majelis Madrasah berfungsi sebagai penentu Kebijakan Umum madrasah dan merupakan lembaga pengendali dan pengontrol penyelenggaraan pendidikan di madrasah baik dari segi akademik maupun segi administrasi kependidikannya.
a. Pengertian Majelis Madrasah
            Majelis Madrasah adalah sebuah lembaga permusyawaratan madrasah yang terdiri dari wakil para guru, wakil orangtua siswa, tokoh pendidikan dan tokoh masyarakat yang bertanggung jawab menetapkan kebijakan madrasah, mengawasi pelaksanaan pendidikan di madrasah dan menerima pertanggungjawaban.
            Anggota Majelis Madrasah dipilih dan diangkat oleh Dewan Guru dan para orangtua siswa serta bertanggungjawab kepada Dewan Guru dan orangtua siswa dari madrasah tersebut.
b. Tugas Majelis Madrasah
Tugas Majelis Madrasah adalah:
1)   Bersama Kepala Madrasah menetapkan rencana Anggaran dan Belanja Tahunan Madrasah.
2)   Bersama Kepala Madrasah menetapkan Kurikulum Khusus Madrasah
3)   Bersama Kepala Madrasah menetapkan Rencana Pembelajaran Madrasah
4)   Memilih dan merekomedasikan Calon Kepala Madrasah
5)   Membantu pelaksanaan seleksi dan menetapkan Calon Guru Madrasah
6)   Membantu melakukan supervise dan evaluasi pelaksanaan pembelajaran
7)   Memberikan saran kepada Kepala Madrasah tentang segala sesuatu yang ada hubungannya dengan penyelenggaraan Madrasah.
Ø Mekanisme pelaksanaan tugas Majelis Madrasah diatur sendiri oleh Majelis Madrasah yang bersangkutan
c. Jumlah dan Kompetensi Majelis Madrasah
1.    Penentuan jumlah Anggota Majelis Madrasah ditetapkan oleh Kepala Madrasah setelah mendengar pendapat Dewan Guru dan wakil Orangtua Siswa
2.    Komposisi anggota Majelis Madrasah terdiri dari 50% wakil Dewan guru dan 50% wakil orangtua siswa
3.    Jumlah pakar pendidikan dan tokoh masyarakat merupakan bagian dari jumlah wakil orangtua siswa
4.    Khusus untuk Madrasah tingkat Aliyah dapat diikutsertakan Pengurus OSIS
5.    Keikutsertaan pengurus OSIS dalam Majelis Madrasah adalah untuk memberikan pendapat dan saran yang diperlukan oleh Majelis Madrasah
6.    Suara pengurus OSIS tidak diperhitungkan dalam pengambilan keputusan Majelis Madrasah.
d.  Pembentukan Majelis Madrasah
1.    Persyaratan Anggota Majelis Madrasah:
a.       Wakil Dewan Guru persyaratannya ditentukan oleh Dewan Guru yang bersangkutan
b.      Wakil orangtua siswa harus memiliki persyaratan sebagai berikut:
c.       Warga Negara Indonesia
d.      Wali siswa, pakar pendidikan atau tokoh masyarakat
e.       Beragama Islam
f.       Sehat jasmani dan rohani
g.      Memiliki komitmen terhadap penyelenggaraan madrasah
h.      Dipilih oleh para orangtua siswa
2.    Pemilihan Majelis Madrasah
a.         Tata cara pemilihan wakil Dewan Guru dan pelaksanaannya diatur sendiri oleh Dewan Guru yang bersangkutan
b.        Tata cara pemilihan wakil orangtua siswa pelaksanaannya diatur oleh musyawarah orangtua siswa.

e. Pengangkatan Majelis Madrasah
            Pengangkatan Majelis Madrasah dilakukan dengan Surat Keputusan Kepala Madrasah berdasarkan hasil pemilihan yang dilaksanakan oleh Majelis Guru dan musyawarah orangtua siswa.
Masa Kerja Majelis Madrasah
1.    Periode kerja Majelis Madrasah adalah 3 (tiga) bulan
2.    Keanggotaan Majelis Madrasah secara otomatis berakhir pada akhir masa pembelajaran pada tahun ketiga dari periode kerja Majelis Madrasah.
f.  Pemberhentian dan Perggantian Anggota Majelis Madrasah
1.    Anggota Majelis Madrasah dinyatakan berhenti apabila:
a.       Meninggal dunia
b.      Pensiun atau mutasi bagi wakil Majelis Guru
c.       Mengundurkan diri dari keanggotaan Majelis Madrasah
d.      Pindah tempat tinggal yang tidak jungkin lagi aktif sebagai anggota Majelis Madrasah
e.       Tidak memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan bagi wakil masyarakat
2.    Mekanisme Penggantian Anggota Majelis Madrasah untuk Wakil Dewan Guru diatur dan dilaksanakan oleh Majelis Guru yang bersangkutan
3.    Mekanisme penggantian Anggota Majelis dari Wakil Masyarakat diatur dan dilaksanakan oleh Musyawarah Majelis Madrasah.
D. Perkumpulan Orang Tua Murid Dan Guru
1.    Tujuan Perkumpulan Orang Tua Murid dan Guru
            Perkumpulan orang tua murid dan guru ini merupakan yang bersifat sukarela, yang para anggotanya terdiri dari para guru dan orang tua murid. Mereka bekerja secara sukarela untuk membina pendidikan anak di sekolah.  Mereka bekerja tanpa wewenang yang resmi untuk membuat suatu kebijakan dan keputusan tertentu. Maksud utama perkumpulan ini  adalah untuk meningkatkan kesejahteraan murid, baik di rumah dan di sekolah, maupun di dalam masyarakat (Leslie,1967) dalam Indrafachrudin (1994:78).

            Untuk meningkatkan kesejahteraan murid itu bukan hanya tanggung jawab sekolah dan orang tua murid, tetapi juga masyarakat. Masyarakat sebagai lingkungan memiliki bermacam-macam sumber belajar yang sangat bermanfaat, terhampar pengalaman belajar yang sangat kaya, namun masyarakat diharapkan pula menciptakan situasi dan kondisi yang mendukung proses pelaksanaan pendidikan. siapa yang mencari sumber belajar itu? Gurulah yang memilih pengalaman belajar yang positif untuk mendukung materi pelajaran tertentu sebagai bahan pengayaan.

            Sedangkan orang tua murid berfungsi mendorong, mengawasi, mengarahkan, dan memelihara pengalaman belajar itu. Orang tua merupakan salah satu komponen yang mempunyai andil membina anak, agar anaknya berkembang dan bertumbuh secara optimal, terpadu dan menyeluruh.

2.    Kedudukan Perkumpulan Terhadap Sekolah
            Ada beberapa macam pertanyaan yang bersifat controversial yang berkaitan dengan hubungan orang tua murid dengan guru itu. Pertanyaan controversial timbul dengan alasan-alasan:
a.    Orang tua cmpur tangan dalam bidang administrative;
b.    Para orang tua mendiktekan kehendaknya kepada para staf pengajar;
c.    Orang tua mengeksploitasi guru-guru untuk kepentingan politik tertentu;
d.   Mengutamakan kerja untuk Kepala Sekolah dan guru-guru bukan bekerja untuk kepentingan murid;
e.    Ketua perkumpulan terlalu ambisi, sehingga menimbulkan keresahan para anggota.

          Untuk mengatasi hal-hal di atas, maka perlu mengadakan perbedaan antara hak orang tua murid dengan wewenang sekolah. Di samping itu pengurus perkumpulan orang tua murid dan guru itu seharusnya menyadari bahwa sifat organisasi itu bersifat sukarela. Keberadaannya adalah untuk melindungi minat murid dan meningkatkan kesejahteraan murid, baik di rumah dan di sekolah maupun di masyarakat (Indrafachrudi, 1994:79).

            Di Negara-negara yang sudah maju, di mana para orang tua mempunyai tingkat kesadaran yang sudah tinggi terhadap pendidikan, maka baik dewan pendidikan, maupun Kepala Sekolah dan guru tidak diwajibkan secara resmi untuk mensponsori perkumpulan orang tua murid. Inisiatif untuk mengadakan perkumpulan itu timbul dari kalangan orang tua murid. Perkumpulam orang tua ini dilarang untuk mencampuri baik urutan teknis pengajaran maupun administrasi, kecuali di minta oleh pimpinan sekolah atau guru. Misalnya menjadi narasumber. Nara sumber suatu mata pelajaran tertentu dalam rangka pengayaan materi tersebut. Di samping itu mereka tidak boleh mencampuri Kepala Sekolah dalam mengambil keputusan dan kebijakan, kecuali mereka diminta untuk memberikan saran-saran atau informasi untuk penyempurnaan dalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan dalam bidang tertentu. Kepala sekolah memikul tanggung jawab penuh mengenai sekolah yang dipimpinnya agar ada batas-batas yang jelas antara tugas pekerjaan pengurus perkumpulan dan tugas pekerjaan sekolah, maka Kepala sekolah dan para guru hendaknya  tidak menjadi anggota pengurus perkumpulan tersebut.
          Tugas utama seorang pengurus perkumpulan ini aadalah bekerja sama dengan para guru untuk memberikan bimbingan kepada anak agar mereka lebih sejahtera dalam rangka meningkatkan mutu kualitas sekolah. Mereka hendaknya melakukan tugasnya. Untuk melaksanakan tugas tersebut, sekolah sebaiknya membimbing para pengurus perkumpulan tersebut dan orang tua murid. Bimbingan itu berupa teknik-teknik hubungan kerjasama, seperti teknik berdiskusi, teknik pemecahan masalah dan lain sebagainya (Moore, 2004 :91).
E.  Hubungan Antara Sekolah Dan Orang Tua Murid
1.    Organisasi Orang Tua Murid
            Menurut Indrafachrudi (1994:56) Perkumpulan orang tua murid (POM) berfungsi sebagai pembantu pemelihara sekolah, maupun komite sekolah bukan organisasi pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat. Ia berada diluar pengelolaan tersebut. Pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat dibawah komando langsung Kepala Sekolah yang ditugaskan kepada Wakil Kepala Sekolah Bagian Humas sekolah. Sedangkan komite sekolah, diluar komando Kepala Sekolah, kedudukannya sederajat, dan hubungan kerjanya bersifat konsultif

2.    Tujuan Hubungan Antara Sekolah dan Orang Tua Murid
Tujuan hubungan sekolah dengan oraang tua sebagai berikut:
1. Memupuk pengertian dan pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan pribadi anak;
2. Memupuk pengertian dan cara mendidik anak yang baik, agar anak memperoleh pengalaman yang kaya dan bimbingan yang tepat, sehingga anak itu berkembang secara maksimal. Hymes (dalam Indrafachrudi, 1994:58).

            Dari kedua macam tujuan di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan orang tua dan sekolah sebaiknya memusatkan pada siapa anak itu sesungguhnya dan bagaimana mendidiknya. Tindakan mendidik antara sekolah dan keluarga di rumah hendaknya searah dan sama polanya, agar tidak ada kesenjangan antara kedua komponen itu.

            Searah dengan tujuan hubungan antara sekolah dengan orang tua, Leslie merumuskan tujuan organisasi perkumpulan  antara guru dan orang tua murid adalah sebagai berikut: (1) untuk mengembangkan pengertian orang tua tentang tujuan dan kegiatan pendidikan di sekolah, (2) untuk memperlihatkan bahwa rumah dan sekolah bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan pendidikan anak di sekolah, (3) untuk member fasilitas pertukaran informasi antara orang tua dan guru yang kemudian mempunyai dampak terhadap pemecahan pendidikan anak, (4) perolehan opini masyarakat tentang sekolah dijadikan perencanaan untuk pertemuan dengan orang tua dalam rangka untuk kebutuhan murid-murid, (5) untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan pribadi anak. Leslie (dalam Indrafachrudi, 1994:59).

F. Prinsip-Prinsip Hubungan Sekolah dengan Orang Tua Murid

Prinsip-prinsip hubungan antara sekolah dan orang tua murid hendaknya berorientasi pada kepentingan sekolah dan orang tua murid. Oleh karena itu prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
·         mengenal dengan sebaik-baiknya tentang aspek-aspek kepribadian murid;
·         mengenal dengan sebaik-baiknya tentang pertumbuhan dan perkembangan murid;
·         memahami bermacam-macam pendekatan tentang pendidikan anak dan mampu mempergunakan;
·         mengenal bermacam-macam teknik hubungan dengan orang tua murid dan mampu mempergunakan;
·         mengenal latar belakang penghidupan orang tua murid, baik lisan maupun tertulis;
·         ramah tamah dan terbuka berkomunikasi dengan orang tua murid;
·         hubungan dengan orang tua murid bersifat berkesinambungan;
·         menghindari meminta bantuan dana kepaada orang tanpa didahului oleh kinginan dan keikhlasan dari orang tua murid sendiri;
·         meninkatkan pertumbuhan profesi guru;
·         pengkajian secara mendalam kode etik guru serta mengamalkannya.



G. Keterkaitan Lembaga Pendidikan Dengan Masyarakat
            Apakah lembaga pendidikan membutuhkan peran serta masyarakat dalam meyelenggarakan program pendidikan? Apakah masyarakat membutuhkan lembaga pendidikan? kedua pertanyaan tersebut dapat dijawab “ya”. Lembaga pendidikan membutuhkan peran serta masyarakat dalam meyelenggarakan programnya agar keseluruhan rencana program dapat terlaksana secara optimal. Peran serta yang dimaksud dapat berupa bantuan materiil dan non-materiil. Bantuan materiil dapat berupa uang, barang-barang yang dapat memperlancar penyelenggaraan pendidikan. Bantuan non-materiil dapat berupa tenaga dan pemikiran untuk kemajuan lembaga pendidikan. Dilain pihak masyarakat membutuhkan lembaga pendidikan. Mustahil rasanya masyarakat bisa maju sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi informasi tanpa adanya lembaga pendidikan. Melalui lembaga pendidikan peserta didik dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal (Maisyaroh,2004).
            Lembaga pendidikan keberadaannya sangat dibutuhkan masyarakat, sebaliknya masyarakat juga dibutuhkan oleh lembaga pendidikan. agar penyelenggaraan lembaga pendidikan bisa maksimal maka keterlibatan semua pihak pemerintah, keluarga, lembaga swasta dan masyarakat pada umunya sangat dibutuhkan oleh sekolah. Kerjasama yang baik antar komponen tersebut, baik dari pemikiran, tenaga, biaya akan memacu perkembangan pendidikan yang diharapkan.
            Lembaga pendidikan dapat memerankan fungsinya secara maksimal apabila didukung semua komponen yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pendidikan, yaitu keluarga, pemerintah dan masyarakat. Sementara ini yang sudah relatif berjalan baik adalah keterlibatan keluarga (orangtua siswa) dan pemerintah dalam menyediakan sumber daya  pelaksanaan. Sedangkan pihak masyarakat dan swasta belum optimal keterlibatannya.
            Pemberlakuan otonomi daerah dalam bidang pendidikan menuntut semua komponen tersebut di atas dapat berperan secara maksimal, utamanya pemberdayaan masyarakat yang selama ini kurang optimal keterlibatannya. Sejalan dengan kaidah otonomi dan desentralisasi di berbagai bidang pendidikan dan sektor pembangunan, pusat pengambilan keputusan pengelolaan pendidikan juga tersebarke berbagai tingkat sampai ke tingkat sekolah. Pengelolaan pendidikan sebagaimana yang digariskan oleh dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000-2004, menjadi berbasis daerah, masyarakat, dan sekolah (local community and school based management).
            Untuk itu di tiap daerah telah dibentuk organisasi pengelola pendidikan yaitu Dewan Pendidikan, Dewan Sekolah atau Komite Sekolah. Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota bertugas melaksanakan pengkajian, penelitian dan pengembangan pendidikan untuk diajukan kepada pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka perumusan, pemantauan dan penilaian kebijakan pembangunan pendidikan di Kabupaten/Kota. Di tingkat satuan pendidikan juga dibentuk Dewan Sekolah yang bertugas merencanakan dan mengupayakan penyediaan sumber daya sarana dan prasarana pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan di daerah yang bersangkutan. Untuk mengelola pendidikan, sekolah member kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat agar berperan serta dalam penyelenggaran pendidikan. Dalam hal ini pemerintah daerah bertanggung jawab mendorong dan mengatur kerjasama yang saling menguntungkan antara dunia usaha dan dunia pendidikan (Maisyaroh, 2004: 9).



H.  PP Nomor 17 Tahun 2000 Bagian Keenam tentang Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan atau Program Pendidikan
Pasal 49
(1)  Pengelolaan satuan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.
(2)  Pengelolaan satuan atau program pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu dan evaluasi yang transparan.
Pasal 50
Satuan atau program pendidikan wajib bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di satuan atau program pendidiksnnya serta merumuskan dan menetapkan kebijakan pendidikan sesuai dengan kewenangannnya.
Pasal 51
(1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 38, serta sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(2) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan menengah dituangkan dalam:
a.       Rencana kerja tahunan satuan pendidikan;
b.      Anggaran pendapatan dan belanja tahunan satuan pendidikan;dan
c.       Peraturan satuan atau program pendidikan.
(3) kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), oleh perguruan tinggi dituangkan dalam:
a.       Rencana pembangunan jangka panjang perguruan tinggi;
b.      Rencana strategis perguruan tinggi;
c.       Rencana kerja tahunan perguruan tinggi;
d.      Anggaran pendapatan dan belanja tahunan perguruan tinggi
e.       Peraturan pemimpin perguruan tinggi;dan
f.       Peraturan pimpinan perguruan tinggi lain.
(4) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengikat bagi:
a.       Satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
b.      Lembaga representasi pemangku kepentingan satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
c.       Peserta didik di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
d.      Orangtua/wali peserta didik di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
e.       Pendidik  dan tenaga kependidikan di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; dan
f.       Pihak lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan yang bersangkutan.
(5) Kebijakan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penjabaran dan selaras dengan:
a.       Kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
b.      Kebijakan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 17;
c.       Kebijakan pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud Pasal 28; dan
d.      Kebijakan penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 39.
(6) Kebijakan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan penjabaran dan selaras dengan:
a.       Kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; dan
b.      Kebijakan penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 39
(7) Satuan atau program pendidikan mengalokasikan anggaran pendidikan agar sisitem pendidikan nasional di satuan dan/atau program pendidikan yang bersangkutan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien dan akuntabel.
Pasal 52
Satuan program pendidikan mengelola pendidikan sesuai dengan kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 53
Satuan atau program pendidikan sesuai dengan kewenangan wajib menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus.

Pasal 54
Satuan atau program pendidikan wajib menjamin terpenuhinya standar pelayanan minimal bidang pendidikan.

Pasal 55
1)      Satuan atau program pendidikan wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan dengan berpedoman pada kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan atau Pasal 39, serta Standar Nasional Pendidikan.
2)      Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), satuan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, atau pendidikan menengah bekerja sama dengan unit pelaksana teknis pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan.
3)      Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), satuan atau program pendidikan,sesuai dengan ketentuan peraturan peundang-undangan mengikuti:
a.    Akreditasi program pendidikan;
b.    Akreditasi satuan pendidikan;
c.    Sertifikasi kompetensi peserta didik;
d.   Sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau
e.    Sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan.


Pasal 56
1)    Satuan atau program pendidikan yang telah atau hamper memenuhi Standar Nasional Pendidikan dapat merintis dirinya untuk dikembangkan manjadi satuan atau program pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan local.
2)    Satuan program pendiidkan yang telah atau hamper memenuhi Standar Nasional Pendidikan dapat mengikuti akreditasi dan/atau sertifikasi internasional satuan atau program pendidikan.
Pasal 57
1)      Satuan atau program pendidikan wajib melakukan pembinaan berkelanjutan kepda peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional.
2)      Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) satuan dan/atau program pendidikan melakukan secara teratur kompetisi di satuan atau program pendiidkan dalam bidang:
a. ilmu pengetahuan;
b. teknologi;
c. seni; dan/atau
d. olahraga.
3)      Satuan atau program pendidikan memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
4)      Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan satuan atau program pendidikan.

            Pasal 58
Satuan atau program pendidikan wajib menetapkan kebijakan tata kelolan pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang mengikat:
a.    Satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
b.    Lembaga representasi pemangku kepentingan pendidikan pada satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
c.    Peserta didik satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
d.   Orang tua/wali peserta didik di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; dan
e.    Pihak lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 59
a)    Dalam menyelenggarakan dan mengelola pendidikan, satuan dan/atau program pendidikan mengembangkan dan melaksanakan system informasi pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
b)   System informasi pendidikan satuan atau program pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari system informasi pendidikan nasional.
c)    System informasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada peserta didik, tenaga kependidikan, dan pserta didik.





BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dewan Pendidikan adalah badan yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di kabupaten/kota.  Di dalam Dewan Pendidikan ini terdiri dari tujuan, peran, fungsi dan keanggotaan. Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam  rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan etisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan. Ketertarikan Lembaga Pendidikan dengan masyarakat yang sangat berperan dalm peyelenggaraan pendidikan. Tata kepengurusan yang terkait dengan kelompok masyarakat dan organisasi pendidikan yaitu Dewan pendidikan, Dewan Sekolah dan Majelis Madrasah. Selanjutnya yaitu hubungan antara sekolah dan wali murid itu dibagi menjadi dua diantaranya organisasi orangtua murid dan tujuannya. Prinsip-prinsip hubungan antara sekolah dan orang tua murid hendaknya berorientasi pada kepentingan sekolah dan orang tua murid.  Terakhir yaitu perkumpulan orangtua murid yang mempunyai tujuan dan kedudukan untuk mencapai hasil yang baik.


DAFTAR RUJUKAN

Indrafachrudi, Soekarto. 1994. Bagaimana Mengakrabkan Sekolah dengan Orang Tua Murid dan Masyarakat. Malang: IKIP Malang.
Maisyaroh. Hubungan Masyarakat. 2004. Malang: Lab AP FIP
Moore, H. Frazier. 2000. Hubungan Masyarakat Prinsip Kasus dan Masalah. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. 2009. Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Kemendiknas RI UU 044/2/2002
PP No. 17 Tahun 2000 Bagian Keenam  tentang Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan atau Program Pendidikan. (online), (www.Akhmadsudrajat. Wordpress.com/2010/peraturan-pemerintah-no-17-tahun-2010-tentang-pengelolaan-dan-penyelenggaran-pendidikan), diakses 18 Februari 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar